Hinse Rieman
Zie ook de pagina NIS Semarang en Hinse.
Onderstaand uit een Bandungse krant in verband met de vraagtekens inzake het graf van Elisabeth Adriana Rieman gehuwd met de heer Hinse.
Mevr. Hinse overleed te Bandung, begraven te Bandung en ook aangegeven te Semarang, alwaar de heer Hinse werkzaam was.
Een trieste zaak: Ergens ligt de grafsteen van mevr. Eleisabeth Adriana Hinse Rieman weg te rotten in de vegetelheid; het resultaat van een koloniaal verleden van Nederland zoals vaker gebeurd is met andere graven.
9 sept 2015
KabarRakyat, Bandung – Nisan Elisabeth Adriana Hinse-Rieman di Bandung tercecer. Ada bagian yang terbelah. Di sisi lain, makam wanita Belanda itu tak diketahui tempatnya. Komunitas sejarah kecewa.
Nisan Elisabeth awalnya berada di Jalan H. Mesri, RT 10 RW 6, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Namun sejak 4 bulan lalu, nisan tersebut dibawa ke kelurahan Pasirkaliki. Ketua Bandung Heritage Harastoeti mengatakan, seharusnya keberadaan nisan itu dilaporkan dan diteliti lebih lanjut oleh arkeolog.
“Dari situ kemudian diputuskan akan disimpan di mana. Apakah di museum sebagai bagian dari benda cagar budaya,” jelas Harastoeti saat dihubungi via ponselnya seperti dilansir Detik.com, Selasa (8/9/2015).
Oleh arkeolog, batu tersebut akan diteliti usianya dan ditelusuri sejarahnya. “Dari nisan saja kita bisa menggali sejarah. Apalagi ini berhubungan dengan orang penting, salah satu arsitek Lawang Sewu,” kata Harastoeti.
Penemu nisan Eisabeth, Ridwan Hutagalung, jua mengaku kecewa mengetahui kondisi nisan yang terbelah saat dipindahkan dari lokasi penemuan di permukiman di Ci Guriang ke kantor Kelurahan Pasirkaliki. Padahal batu yang ditemukan Ridwan bersama teman-temannya di Komunitas Aleut sekitar setahun lalu tersebut menurutnya menyimpan banyak cerita menarik. Baik sejarah pemindahan makam di Kota Bandung maupun sejarah perkerataapian di Indonesia, terkait Gedung Lawang Sewu Semarang.
“Saya kecewa dan menyayangkan itu bisa sampai terbelah begitu. Padahal selama ini bertahun-tahun ada di tengah warga masih bisa utuh. Kok dipindah, baru satu jam jadi begitu,” ujar Ridwan yang juga pengasuh Komunitas Aleut ini.
Menurutnya, nisan tersebut harusnya diperlakukan hati-hati. “Harusnya dipertimbangkan, kalau diberdirikan, ada penyangganya atau apa. Kalau yang saya baca kan itu disenderkan. Melihat nisan itu patah, saya merasa kok ya riwayat nisan yang menarik ini jadi tamat,” katanya.
Ridwan menyarankan, nisan tersebut bisa kembali direkatkan dan disimpan di tempat yang lebih laik seperti di museum. Sambil menunggu informasi yang akan terungkap seiring berjalannya waktu.
“Kita ini sebenarnya punya banyak sekali cerita-cerita. Namun belum terungkap. Pelan-pelan saja, yang penting arsipnya terpelihara,” kata Ridwan yang bersyukur telah mendokumentasikan berupa foto dan salinan teks nisan tersebut.[kr-1]
Detik News 7 sept 2015
Bandung - Nisan Elisabeth Adriana Hinse-Rieman pertama kali disadari oleh Komunitas Aleut yang tengah ngaleut (hang out) sekitar setahun lalu di sekitaran daerah Ci Guriang. Saat itu, mereka menemukan 3 batu di dekat mata air Ci Guriang yang biasa digunakan oleh warga untuk mencuci atau mandi.
"Saat itu tidak sengaja, saat kita mau ikut kencing. Di dekat mata air itu ada 3 batu yang berukuran kurang lebih sama. Awalnya dikira batu biasa saja, tapi saat diperhatikan dan dibersihkan, ada tulisan yang dipahat yang menunjukkan bahwa itu adalah nisan," ujar Pengasuh Komunitas Aleut, Ridwan Hutagalung, saat dihubungi detikcom via ponselnya, Senin (7/9/2015).
Dari 3 batu tersebut, dua lainnya tidak ditemukan tulisan seperti pada nisan Elisabeth. Entah karena batu tersebut terbalik, yang jelas ada sebagian dari bagian batu yang tertanam ke tanah sehingga sulit untuk membaliknya.

"Saat itu kami coba bertanya pada warga, tapi kami tak mendapatkan jawaban," katanya. Ridwan pun saat itu hanya mendokumentasikan nisan tersebut melalui foto dan catatannya.
Dua minggu setelah penemuan tersebut, Ridwan kembali datang ke lokasi tersebut. Ia ingin memeriksa kembali nisan tersebut dan menyalin tulisan dengan lebih rinci. Berikut tulisannya:
ELISABETH ADRIANA HINSE-RIEMAN
GEB. AMSTERDAM
9 MAART 1859
OVERL. BANDOENG
13 JANUARI 1903
Sepulangnya, ia menulis di sosial media dan blog serta menyebarkannya pada teman-temannya di sosial media. Ketika itu ada temannya yang juga sama-sama peminat sejarah merespons dan memberikan cuplikan artikel koran Het Nieuws van de Dag – De Kleine Courant, tanggal 19 Januari 1903. Dalam artikel yang berisi berita duka cita tersebut tercantum nama Elizabeth Adriana Rieman.
"Yang menarik adalah nama suami Elizabeth tersebut yaitu D. W. Hinse J.Hz yang setelah ditelusuri adalah salah seorang arsitek yang bertugas untuk survei lokasi dan masuk tim perencana bangunan yang kemudian kini dikenal dengan Gedung Lawang Sewu di Semarang," tuturnya.
Ridwan pun masih terus mencari informasi terkait D. W. Hinse J.Hz dan Elizabeth tersebut. "Bagaimana Elizabeth bisa dimakamkan di Bandung. Apakah mereka saat di Semarang sempat mengunjungi Bandung, lalu Elizabeth meninggal dan dimakamkan di Bandung atau bagaimana. Itu masih belum terjawab," jelasnya.
Dari peninggalan nisan tersebut Ridwan meyakini ada banyak cerita menarik yang bisa digali. Seperti bagaimana nisan tersebut bisa tercecer dan tertinggal di permukiman warga. Diduga nisan tersebut berasal dari pindahan kerkhof (pemakaman) di Jalan Pajajaran ke kompleks pemakaman di Jalan Pandu saat ini.
(tya/try)
Onderstaande foto's afkomstig van de groep Bandung Aleut.


Zie voor meer details en achtergronden de pagina NIS SEMARANG & HINSE. en de laatste update over deze grafplaat.
